
JAKARTA | Kindonews.com – Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam perkara tersebut Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka antara lain Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; pengacara Marcella Santoso dan pengacara Arianto.
Kejaksaan Agung minta masyarakat tidak skeptis terhadap penegakan hukum di Indonesia. Pernyataan itu dikeluarkan setelah Kejaksaan menahan 4 orang hakim sebagai tersangka jual beli vonis kasus korupsi minyak goreng yang melibatkan tiga korporasi.
“Masyarakat tidak harus skeptis, tidak harus pesimis. Tetapi inilah menjadi tugas kami, bagaimana melakukan mitigasi terhadap setiap persoalan-persoalan yang muncul,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar, Selasa (15/04/2025).
Empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Arif Nuryanta. Kemudian 3 majelis hakim yang menangani korupsi fasilitas ekspor crude palm oil, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.
Selain keempat hakim tersebut, Kejaksaan juga menetapkan panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan sebagai tersangka, yang ketika sidang korupsi CPO ini ia merupakan panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dua pengacara juga ditetapkan sebagai tersangka. Yakni pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto. Mereka adalah kuasa hukum dari korporasi yang sedang berperkara. Terakhir, Kepala Tim Hukum Wilmar Group telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Kejagung, Arif menerima suap dari Marcella dan Ariyanto melalui Wahyu Gunawan sebesar Rp 60 miliar agar memvonis lepas tiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi minyak goreng. Ketiga korporasi itu adalah Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. Uang itu juga dinikmati oleh majelis hakim dan panitera.
Kasus ini merupakan temuan jaksa saat tengah mengusut perkara suap hakim di PN Surabaya tentang vonis bebas Ronald Tannur. Ia adalah terdakwa yang sempat divonis lepas di pengadilan tingkat pertama dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Menyikapi pristiwa yang menjijikan dalam dugaan kasus suap terhadap hakim atas penanganan perkara kasus ekspor minyak kelapa sawit mentah tersebut, ketua umum FORMASI (Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi) Jalih Pitoeng sangat menyesalkan hal tersebut justru terjadi dilingkungan pusat peradilan.
“Kita sangat menyesalkan pristiwa menjijikan itu terjadi” ungkap Jalih Pitoeng, Rabu (16/04/2025).
“Jika dunia peradilan sudah seperti ini, maka siapa lagi yang bisa kita percaya” lanjut Jalih Pitoeng melempar tanya dihadapan awak media.
Menurut Jalih Pitoeng, karena akhir dari proses peradilan adalah di palu hakim sebagai makhluk yang katanya wakil Tuhan di muka bumi.
“Oleh karena itu kami FORMASI sangat mendukung pihak Kejaksaan Agung yang sedang mengungkap kasus dugaan penerimaan suap terhadap para penegak hukum tersebut” tegas Jalih Pitoeng.
Ditanya perkembangan kasus dugaan korupsi ratusan miliar di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang selama ini disoroti nya, Jalih Pitoeng berharap agar semua pihak dapat mengawasi dan mengawal proses penyidikan di Kejaksaan Tinggi hingga peradilannya nanti.
“Kita berharap agar semua pihak mengawal dan mengawasinya” harap Jalih Pitoeng.
“Terutama pihak Kejagung selaku salah lembaga yang memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya proses penegakan hukum, apalagi ini kasus korupsi” Jalih Pitoeng menegaskan.
“Demikian juga masyarakat dan para netizen untuk terus memantau perkembangan terhadap kasus-kasus korupsi di negeri ini” pungkasnya.(KN)