
JAKARTA | KindoNews – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah selama proses Pilkada 2024 berjalan.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar Penundaaan ini mengacu pada memorandum Jaksa Agung. Sanitiar Burhanuddin untuk Optimalisasi Penegakan Hukum dan Meminimalisasi Dampak Penegakan Hukum dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut aturan ini masih berlaku.
“Nah, itu (Memorandum) masih terus berlaku. Kenapa? Saya mau tegaskan dua hal. Yang pertama bahwa bukan dimaksudkan hukum tentu akan melindungi kejahatan. Bukan dimaksudkan,” tegas dia usai upacara Hari Ulang Tahun Kejaksaan RI ke-79 Senin, (02/09/2024).
Harli menjelaskan aturan tersebut dibuat untuk menghindari adanya black campaign yang dinilai bisa menjadi hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan.
“Nah, tetapi yang kedua bahwa kita menjaga objektifitas dari proses berjalannya demokrasi. Supaya tidak ada black campaign, supaya tidak ada satu calon yang menjadikan isu itu menjadi satu isu untuk menjatuhkan calon yang lain,” ungkapnya.
“Jadi, kita harus fair dan memberikan kesempatan itu menggunakan pesta Demokrasi ini sebagai hak dan setelah itu tentu proses hukum akan terus dilaksanakan dan dijalankan,” lanjutnya.
Sebelumnya Jaksa Agung, ST Burhanuddin memerintahkan jajarannya menunda pemeriksaan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden ( Capres ), Calon Wakil Presiden (Cawapres) hingga calon kepala daerah sampai selesainya seluruh tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hal tersebut tertuang dalam instruksi Jaksa Agung nomor 6 Tahun 2023.
“Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan,” tulis surat pernyataan Jaksa Agung, dikutip Senin, (21/08/2023).
Instruksi tersebut disampaikan guna mengantisipasi upaya politik praktis yang mengatasnamakan hukum.
“Hal itu dilakukan guna mengantisipasi dipergunakannya proses penegakan hukum sebagai alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” ujarnya.
Ia mengaku takut jika perkara-perkara itu justru menjadi sarana black campaign selama Pemilu.
“Perlu mengantisipasi adanya indikasi terselubung yang bersifat Black Campaign, yang dapat menjadi hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan,” kata Burhanuddin.
Jaksa Agung juga meminta jajarannya segera melaporkan hasil pelaksanaannya pada kesempatan pertama.
Selain itu, Demi mengoptimalisasi peran intelijen Kejaksaan dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024, Jaksa Agung meminta mereka untuk memetakan potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) dalam proses pemilihan umum sebagai bentuk deteksi dan pencegahan dini.
“Segera melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka menciptakan pelaksanaan pemilihan umum yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Burhanuddin.
Sedangkan jajaran tindak pidana umum diminta untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap segala bentuk potensi tindak pidana sebelum hingga setelah pemilu berlangsung.
“Kejaksaan harus senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi netralitas dengan tidak memihak atau berafiliasi dengan partai politik ataupun kepentingan politik mana pun, terlebih dalam pelaksanaan tugas pokok fungsinya, khususnya dalam penegakan hukum,” kata ST Burhanuddin