Menganggap Enteng Lawan Dalam Setiap Percaturan dan Pertandingan Adalah Salah Satu Faktor Terbesar Penyebab Kekalahan!

Spread the love

JAKARTA | KindoNews.com – Perhelatan Pemilu Kepala Daerah Atau yang populer disebut Pilkada secara serentak telah usai dilaksanakan sesuai amanat undang-undang yaitu pada 27 November 2024 yang baru saja berlalu.

Namun masih menyisakan tanya bagi pilkada di Jakarta yang belum usai penghitungan resmi dari badan yang sah untuk mengumumkan siapa pemenangnya.

Berseliweran angka-angka yang mengundang spekulasi apakah berlangsung satu putaran dengan perolehan suara 50% lebih atau dua putaran karena tidak ada yang memenuhi syarat kemenangan.

Beberapa lembaga survey merilis bahwa pasangan calon nomor urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno unggul atas pasangan nomor urut 1 Ridwan Kamil dan Suswono.

Menyikapi hasil hitung cepat atau Quick Count tersebut, pemerhati sosial politik dari Jalih Pitoeng Centre mengatakan bahwa belum ada pemenang yang sah pada Pilkada Jakarta.

“Unggul bukan berarti menang” ungkap Jalih Pitoeng menegaskan, Rabu (04/11/2024).

“Karena yang punya otoritas untuk menentukan pemenangnya adalah penyelenggara pilkada dalam hal ini KPUD DKI Jakarta” tandas Jalih Pitoeng.

Sebagaimana diketahui seperti pada awal-awal menjelang pilkada DKI Jakarta bahwa beberapa lembaga survey merilis prediksi pasangan 01 akan menang satu putaran sesungguhnya sangat rasional dan masuk akal.

Menurut pendiri sekaligus ketua umum yayasan Perjuangan Rakyat Jalih Pitoeng yang terus melakukan observasi, paslon yang didukung oleh belasan partai dalam koalisi gemuk mestinya mampu memenangkan pilkada Jakarta dalam satu putaran.

“Menurut pandangan saya, mestinya Ridwan Kamil – Suswono mampu meraih suara terbanyak dan memenangkan pilkada Jakarta dalam satu putaran” kata Jalih Pitoeng.

“Tapi menang satu putaran itu bukan hanya sebatas jargon belaka. Namun semua capaian dan target tersebut harus ada upaya dan kerja keras serta kerjasama tim. Karena sesungguhnya kemenangan itu dapat dirancang dengan beberapa pendekatan” lanjut Jalih Pitoeng.

“Yang pertama adalah membangun sistem, metode, cara dan skema serta menyusun strategi pemenangan secara matang dan terencana” ungkapnya.

“Kedua, menunjuk personil atau orang-orang yang memiliki kapasitas untuk mengelola sekaligus mengoperasikan program-program dan strategi pemenangan. Baik secara personal melalui tokoh-tokoh sentral maupun secara institusional dalam hal ini partai-partai pengusung dan pendukung serta gerbong-gerbong relawan potensial yang diberdayakan secara optimal dalam rangka mengisi atau menutupi celah-celah yang belum dilakukan oleh para partai politik pendukung” sambung Jalih Pitoeng merinci.

“Untuk dapat melakukan agenda dan strategi pemenangan tersebut dalam tatanan implementasi juga dibutuhkan Financial Support sebagai konsekwensi yang tak bisa dihindari” Jalih Pitoeng menegaskan.

“Selain itu, faktor waktu dan cuaca juga bisa menjadi penentu” imbuh Jalih Pitoeng.

“Karena waktu dan durasi yang sangat pendek sekaligus memasuki musim penghujan, maka dari sisi timing juga sangat terbatas. Sehingga optimalisasi program dan pemberdayaan semua unsur yang terlibat juga menjadi sangat penting dengan limitasi waktu yang sangat sempit” Jalih Pitoeng menandaskan.

Ditanya tentang perolehan suara yang beredar saat ini, Jalih Pitoeng mengatakan bahwa jangan pernah menganggap enteng lawan dalam setiap pertandingan.

“Jangan pernah sekali-kali kita menganggap enteng lawan dalam setiap percaturan, pertandingan bahkan pertempuran” kata Jalih Pitoeng mengingatkan.

Jalih Pitoeng juga mengatakan bahwa biasanya para kontestan yang merasa besar atau mendapat dukungan yang besar kerap kali menganggap sebelah mata lawan yang kecil dan sedikit pendukungnya.

“Sementara pihak yang merasa minim dukungan dipastikan akan bekerja dan berjuang keras dan sungguh-sungguh demi target kemenangan” sambungnya.

Padahal, masih menurut aktivis Betawi yang kritis ini, bahwa itulah yang sering membuat orang abai dan lalai sekaligus lengah. Termasuk diantaranya mengabaikan usulan, kritikan serta ide dan gagasan yang timbul sebagai masukan dan aspirasi dari bawah dalam hal ini relawan yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat calon pemilih yang semestinya direspon, diserap, dievaluasi, diberikan solusi untuk segera dieksekusi.

“Kalau kalah karena kebodohan dan ketidak mampuan, maka bisa diterima dan masuk akal” ungkap Jalih Pitoeng.

“Tapi jika kalah karena abai dan kelalaian, maka itu adalah sebuah penyesalan yang tidak termaafkan karena kita tak mampu menarik mundur sang waktu” Jalih Pitoeng menegaskan.

Didesak tentang kemungkinan pilkada dilakukan dua putaran, dirinya mengatakan tak ada yang tidak mungkin.

“Tak ada yang tidak mungkin. Apalagi hingga saat ini belum ada keputusan resmi dari KPUD DKI Jakarta yang memutuskan bahwa salah satu paslon yang berhasil memperoleh suara lebih dari 50% dalam pilkada Jakarta” pungkas Jalih Pitoeng.(KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *