Terkait Pagar Laut, Jalih Pitoeng Minta Kejagung Utamakan Kasus Korupsi nya Ketimbang Pemalsuan Sertifikatnya

Spread the love

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar (kiri) bersama Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh (tengah), memberikan penjelasan kepada awak media di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/04/2025)

JAKARTA | Kindonews.com – Ketua umum FORMASI (Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi) Jalih Pitoeng Apresiasi langkah Kejaksaan Agung kembalikan berkas pagar laut ke Polri.

Sejalan dengan upaya Prabowo dalam pemberantasan korupsi, Jalih Pitoeng berharap agar pihak Kejagung lebih mengutamakan kasus korupsinya ketimbang kasus pidana umumnya.

“Kami sangat mengapresiasi langkah Kejagung yang telah mengembalikan berkas pagar laut ke Bareskrim Polri,” ungkap Jalih Pitoeng, Kamis (17/04/2025).

Sebagaimana dilansir Antara news, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan lagi berkas kasus dugaan pemalsuan SHM dan SHGB di wilayah pagar laut Tangerang kepada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

“Jaksa penuntut umum (JPU) pada Jampidum Kejagung telah mengembalikan berkas perkara atas nama Arsin bin Asip dan kawan-kawan yang disangka melanggar pasal-pasal pemalsuan, pada tanggal 14 April 2025,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.

Harli menjelaskan alasan pengembalian itu lantaran petunjuk JPU Jampidum agar kasus ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi, belum dipenuhi oleh penyidik Dittipidum Bareskrim Polri.

Sementara itu, Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, mengatakan bahwa pihaknya menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus pemalsuan sertifikat ini.

“Karena menyangkut di situ ada suap, pemalsuan sertifikatnya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada,” katanya.

Menurut Nanang, apabila mengacu pada Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, maka penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.

Adapun dalam kasus pemalsuan sertifikat ini, kata dia, JPU menilai bahwa terdapat perkara khusus, yakni tindak pidana korupsi, sehingga harus didahulukan penanganannya.

Nanang lantas mengatakan bahwa dalam pengembalian berkas kali ini, JPU Jampidum meminta agar kasus pemalsuan ini ditangani oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengingat ditemukannya unsur tindak pidana korupsi.

“Apalagi Kortastipidkor menyampaikan bahwa mereka sedang menangani. Apabila sudah menangani, minimal bisa dijadikan satu. Jadi, mereka tinggal koordinasi,” ucapnya.

Diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri menangani kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik terkait dengan penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

Adapun pengembalian berkas oleh Kejagung ini bukanlah kali pertama. Sebelumnya, pada 25 Maret 2025, Kejagung mengembalikan berkas kasus ini kepada Dittipidum dengan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.

Namun, pada 10 April 2025, Dittipidum Bareskrim Polri menyerahkan kembali berkas tersebut kepada Kejagung dengan alasan bahwa berkas yang dikirim telah terpenuhi unsur secara formal dan materiel. Selain itu, mereka menyebut bahwa unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut telah diselidiki oleh Kortastipidkor Polri.

Pada akhirnya, pada 14 April 2025, Kejagung mengembalikan lagi berkas tersebut kepada penyidik Dittipidum dengan alasan petunjuk JPU terdahulu belum dipenuhi penyidik.

Menurut Jalih Pitoeng, Jika penanganan kasus pagar laut hanya tertumpu pada kasus dugaan pemalsuan atas penerbitan sertifikat saja maka tidak akan terungkap aktor intelektual dibalik korupsi terkait kasus pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang.

“Jika hanya tertumpu pada kasus pemalsuan sertifikat dan hanya mengungkap ranah pidanya saja, paling hanya para pelaku dibawah nya saja yang ditangkap dan dihukum,” kata Jalih Pitoeng.

“Lalu bagaimana dengan para pelaku intelektualnya” pungkas Jalih Pitoeng.(KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *